“Anak perempuan dari keluarga Batak tidak akan dapat warisan.” Wah! Meskipun, sudah sejak lama saya mengetahui bahwa orang suku Batak memang menganut paham patrilianisme, tetapi bab warisan ini baru saya dengar ketika menyimak talkshow bertema “Harta, Tahta, dan Wanita: Patriarki dalam Budaya Batak, Peran Hukum dalam Mengadaptasi Budaya Batak” tanggal 7 September lalu. FYI, talkshow tersebut merupakan bagian dari Batak Wedding Exhibition yang diselenggarakan pada tanggal 7-8 September 2024.

Wedding Batak Exhibition

Saya saat mengunjungi Wedding Batak Exhibition 2024.

Batak Wedding Exhibition 2024 yang diselenggarakan di SMESCO Convention Hall Jakarta Selatan ini perdana digelar di Indonesia. Tujuannya tak lain tak bukan adalah untuk mempromosikan kekayaan budaya Batak. Dalam event ini, masyarakat bisa berkenalan dengan pesona adat dan budaya Batak, khususnya dari tradisi pernikahan suku Batak.

Sesuai namanya, “exhibition”, maka dalam acara Wedding Batak Exhibition ini ada pameran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang menyediakan pernak-pernik pernikahan, mulai dari pakaian pengantin, jasa catering, jasa souvenir dan undangan, wedding organizer, make up artist (MUA), dll. Selain itu juga ada pertunjukan budaya seperti tari-tarian, musik, lagu, dll. Tak ketinggalan ada kompetisi make up pengantin, fashion show, serta ada talkshow, seperti yang saya ikuti kemarin.

Ibu Martha (kiri) dan Ibu Ina (kanan).

Oh ya, FYI, talkshow bertema “Harta, Tahta, dan Wanita” yang saya ikuti tersebut menghadirkan dua narasumber, yakni:

  • Ina Rachman S.H, M.Hum (Ibu Ina), seorang pengacara dan Managing Partner Maestro Patent International.
  • Martha Simanjuntak, S.E, M.M (Ibu Martha), founder Indonesian Women IT Awarenessowner (IWITA) dan owner Chataulos.

Talkshow “Harta, Tahta, dan Wanita” dalam budaya Batak

Kembali lagi ke perkara warisan dalam adat istiadat orang Batak. Yes, bener banget kalau anak perempuan Batak nggak bakal dapat warisan. Penasaran apa alasannya? Jangan-jangan, malah ada yang menganggap itu tuh diskriminasi terhadap perempuan banget, sih.

Huhu, tenang-tenang….

Satu hal yang pasti, sih, ya, menurut saya pribadi yang bukan orang Batak, suatu adat istiadat peninggalan dari nenek moyang itu biasanya tujuannya baik. Begitu pula soal warisan yang tidak akan diberikan ke anak perempuan Batak ini.

Nah, menurut Ibu Martha yang orang Batak tulen, anak perempuan tidak dapat warisan karena nanti setelah perempuan ini menikah, maka dia akan menjadi bagian dari keluarga lain (keluarga suaminya). Itulah sebabnya, perempuan Batak yang sudah menikah, maka nama marganya akan mengikuti marga suaminya.

Satu pengetahuan baru juga buat saya. Owalah, makanya kok teman perempuan saya yang dari suku Batak, ketika udah nikah, dia memakai nama marga suaminya.

Ibu Ina menjelaskan tentang warisan.

Berdasarkan jawaban tersebut, saya pribadi bisa memahami mengapa anak perempuan dalam keluarga Batak tidak berhak mendapatkan warisan.

Penjelasan sederhananya dalam pandangan saya kira-kira gini: jadi, mungkin di masa dahulu ada harta peninggalan keluarga yang ingin dilindungi atau gimana, gitu. Kalau diberikan ke anak perempuan, nanti akan menjadi milik keluarga lain juga, karena si anak perempuan ini kalau sudah menikah kan akan jadi anggota keluarga lain.

Dengan diberikannya harta warisan hanya ke anak laki-laki, maka otomatis harta keluarga, khususnya yang turun-temurun dilindungi, akan tetap terjaga. Jadi, maksud dari hukum adat tersebut tidak benar kalau dianggap mendiskriminasi anak perempuan.

Lalu, bagaimana donk nasib anak perempuannya?

Kekhawatiran tersebut juga terjawab langsung oleh narasumber di talkshow tersebut.

Meskipun anak perempuan tidak mendapatkan warisan, menurut Ibu Martha, orang tua dari keluarga Batak tentu saja tidak setega itu meninggalkan anak perempuan yang dibesarkan dengan kasih sayang hidup dalam kesusahan sepeninggal orang tuanya. Biasanya, orang tua sudah menyediakan hadiah yang biasa disebut dengan “kasih sayang” untuk anak perempuannya. Hadiah ini bisa berupa perhiasan, emas, properti, dan lain-lain, sesuai kemampuan keluarga.

Apalagi di zaman sekarang, di mana semua informasi sudah terbuka lebar, banyak keluarga Batak sudah open minded. Apalagi, mereka yang tinggal di perkotaan besar. Bahkan, kadang, sebelum orang tua meninggal harta benda keluarga juga sudah ada yang dibagi-bagi secara merata kepada semua anak-anak dalam keluarga tersebut.

Kemudian, narasumber Ibu Ina juga menjelaskan apabila orang tua yang meninggal dunia tidak membuat surat wasiat, maka keluarga Batak, khususnya yang non muslim, juga bisa memakai hukum positif negara yang memiliki perhitungan sendiri dalam hal warisan. Kalau keluarga muslim biasanya sudah auto menggunakan hukum warisan yang berlaku dalam Islam.

Ibu Martha menjelaskan tentang pernikahan adat Batak.

Selain itu, tidak salah juga kalau keluarga Batak tersebut membagi warisan peninggalan orang tuanya berdasarkan kesepatan antar keluarga besar. Biasanya hal tersebut dilakukan demi meminimalisir pertikaian keluarga.

Selain warisan, dari talkshow tersebut, saya jadi mengetahui bahwa anak perempuan dalam keluarga Batak, walau tidak dapat warisan, tetapi keberadaannya dilindungi banget, lho.

Teman-teman di luar suku Batak pasti sudah tahu kan, kalau pernikahan orang Batak tuh meriah sekali. Biasanya keluarga besar dari masing-masing pihak ikut hadir.

Jadi, kalau mau menikah, semua keluarga harus tahu. Begitu pula, amit-amit, jika terjadi perceraian, maka keluarga bedsar juga akan terlibat.

Menurut hemat saya, ini tuh perlindungan buat perempuan Batak. Bayangkan saja kalau dalam perjalanan pernikahannya perempuan Batak ini mengalami hal-hal yang tak diinginkan seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), lalu mau cerai khawatir, dsb. Nah, menurut saya di sinilah peran keluarga. Harus tahu kondisi anak perempuannya, meski telah dilepas menikah dengan orang dari keluarga lain. Kalau adat ini dijalankan dengan baik, nggak ada namanya perempuan Batak menderita dalam pernikahan, kayaknya ya? #imho.

Pemberian kenang-kenangan buat Ibu Ina.

Lalu, apakah bisa orang Batak menikah dengan orang di luar Batak. Owh, tentu saja bisa.

Biasanya orang di luar Batak ini akan diangkat anak oleh keluarga Batak dan berhak memakai nama marga keluarga tersebut. Mungkin teman-teman masih ingat pernikahan aktris Jessica Mila yang menikah dengan pria Batak?

Tak hanya dapat nama marga, tetapi ternyata anak angkat ini katanya juga berhak atas harta keluarga, lho. Laki-laki akan dapat warisan, sedangkan perempuan bisa nanti diberi bagian hadiah dari keluarga.

Wah, menarik ya?

Ada yang orang suku lain berencana mau menikah dengan orang Batak dalam waktu dekat? (komen ya 😀 ).

Pameran pernikahan Batak

Setelah acara talskhow usai, saya memanfaatkan kesempatan untuk melihat-lihat apa saja sih yang dipamerkan di event tersebut.

Ternyata, seperti yang saya sudah sebutkan tadi, ada beberapa UMKM yang produk dan jasanya terkait acara pernikahan buka lapak di acara ini. Memang, Wedding Batak Exhibition ini bisa dibilang merupakan platform yang dirancang untuk mempertemukan vendor-vendor pernikahan Batak dengan calon pengantin.

Beberapa pakaian pengantin yang umumnya dipakai mempelai perempuan Batak.

Kemarin, saya sempat melihat-lihat pakaian pengantin yang bagus-bagus. Ada yang desainnya modern, ada pula yang merupakan modifikasi dengan pakaian adat Batak.

Tentu saja, kain-kain ulos khas Batak tuh diperkenalkan di event ini. Saya baru tahu juga kalau desain dan warna ulos bisa sangat beragam. Pasalnya, selama ini saya tahunya yang warna merah itu saja 😀 .

Desain pakaian modern berpadu dengan kain tradisional Batak.

Selain pakaian, hal-hal lain yang berkaitan dengan pernikahan juga ditawarkan dengan harga menarik selama pameran. Kakak-kakak yang berada di booth UMKM menjelaskan produk maupun jasa mereka dengan sabar kepada pengunjung.

Menurut saya acara-acara semacam ini sangat bagus buat memperkenalkan usaha UMKM-UMKM tersebut ke masyarakat juga, sih, ya. Apalagi, mungkin selama ini orang Batak ada yang kesulitan dalam mencari jasa vendor buat pernikahannya. Terbantu sekali dengan acara kayak gini.

Ragam perhiasan untuk pesta pernikahan.

“Kami ingin mengangkat UKM ekonomi kreatif yang bergerak di berbagai sektor pendukung serta melestarikan dan memperkenalkan budaya Batak kepada masyarakat luas,” kata Ibu Martha.

Ibu Martha juga berharapa acara ini bisa mengusung misi budaya yang lebih besar, yakni menjadi gerakan budaya untuk mempertahankan identitas bangsa melalui budaya Batak. “Batak untuk Indonesia” menjadi tagline yang menggema dalam acara ini, menegaskan bahwa budaya Batak dengan segala tradisi, adat, dan nilai-nilainya berkontribusi signifikan dalam memperkaya keragaman budaya Indonesia.

Ada penawaran spesial dari wedding organizer selama pameran.

BTW, dari pameran ini saya juga baru mengetahui lho kalau suku Batak itu enggak hanya satu, melainkan ada lima suku yang terbesar, antara lain: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, dan Batak Mandailing.

Kalau tidak mengunjungi Wedding Batak Exhibition mana saya tahu kan?

Bener-bener deh acara seperti Wedding Batak Exhibition ini memperkaya wawasan akan budaya Batak. Setuju nggak, teman-teman? 😊

April Hamsa

Categorized in: