Setelah sekian lama, akhirnya saya bisa menjejakkan kaki ke Gunungkidul, sebuah daerah yang terletak di pegunungan bagian Kidul atau Selatan Yogyakarta. Kebetulan kemarin ke sananya ketika event Jelajah Gizi bareng Danone Indonesia dan Citilink. Karena judulnya aja mengandung kata “gizi” udah tahu kan apa yang dilakukan di sana? Yup, salah satunya menikmati hidangan kuliner khas sana. Akhirnya, jadi tahu deh tentang jajanan khas Gunungkidul. Meskipun, beberapa di antaranya sebenarnya enggak asing buat saya.
Jadi, sebenarnya, saya tuh sudah mengenal daerah Gunungkidul udah lama, sejak saya masih kecil. Rumah mbah saya ada di Pacitan, di mana sebenarnya jarak Pacitan-Gunungkidul tuh lebih dekat ketimbang Pacitan-Surabaya (rumah saya dulu). Beberapa kerabat atau tetangga mbah saya juga ada yang menikah dengan orang Gunungkidul.
Kala itu citra Gunungkidul yang melekat sejak saya kecil adalah daerahnya tandus, kering, susah air. Penduduknya juga denger-denger waktu itu banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan. Pokoknya, hampir tak ada bagus-bagusnya lha ya.
Namun, lain dulu, lain sekarang. Belakangan setelah saya dewasa, Gunungkidul rupanya juga berubah menjadi daerah yang lebih bagus. Saya kurang tahu kapan transformasi ini berlangsung, namun yang jelas sejak sekitar tahun 2017-an atau bahkan sebelumnya, pemerintah daerahnya mulai menyadari potensi Gunungkidul. Khususnya, potensi wisatanya.
Bahkan, kalau enggak keliru sekitar 2018-2019, Gunungkidul sempat digadang-gadang menjadi “Bali Baru”, yang artinya destinasi wisata yang bakal diserbu turis, karena menawarkan pemandangan yang tak kalah unik. Salah satunya, Gunungkidul yang letaknya dekat laut, memiliki banyak pantai yang masih alami dan bersih. Kemudian, karena beberapa lokasi berupa pegunungan karst, maka banyak goa-goa menarik yang bisa dikunjungi di sana.
Belum lagi soal budaya, wah, tak perlu diragukan. Orang Gunungkidul yang dipengaruhi kebudayaan Yogyakarta memiliki adat istiadat yang menarik untuk digali.
Mungkin itulah beberapa faktor yang kemudian membuat Gunungkidul meninggalkan kesannya sebagai daerah tertinggal, menjadi daerah potensial akan wisata dan budaya. Nah, tentu saja yang namanya kuliner lokal auto mengikuti. Seperti beberapa jajanan khas Gunungkidul yang ingin saya perkenalkan kepada teman-teman semua melalui tulisan ini.
Berikut adalah beberapa jajanan khas Gunungkidul:
Cemplon
Makanan ini terbuat dari bahan baku singkong yang kemudian dibentuk oval atau bulat sebesar telur ayam. Di dalamnya diisi dengan gula merah. Lalu, kemudian digoreng. Kalau di Surabaya, makanan satu ini disebut sebagai jemblem.
Nogosari
Nogosari atau yang mungkin teman-teman semua sudah kenal dengan sebutan nagasari. Bahan utama dari nagasari adalahtepung beras yang diberi gula kemudian dalamnya diisi dengan pisang dan dibungkus di dalam daun pisang, kemudian dikukus.
Entho
Terbuat dari tepung singkong dan kelapa parut yang kemudian dicampur dengan bumbu-bumbu seperti ketumbar dan garam, lalu dicampur kacang tolo yang ditumbuk dengan kasar. Selanjutnya adonan ini dibentuk, kemudian digoreng hingga garing.
Enthok Jagung
Makanan ini terbuat dari jagung yang sebelumnya ditumbuk hingga halus lalu direbus hingga mengental. Adonan ini kemudian dibentuk bulatan-bulatan kecil lalu ditata beberapa biji kemudian dibungkus dengan daun bambu. Ada yang memasaknya dengan gula sehingga terasa agak manis, ada pula yang membuat makanan ini lebih gurih.
Susur Wewe
Makanan yang satu ini selalu membuat saya terkenang akan lebaran di rumah mbah. Namun, saya lebih akrab menyebutnya sebagai kembang gula. Ternyata, kalau di Gunungkidul, jajanan satu ini terkenal dengan nama susur wewe.
Disebut sebagai “susur” karena mengingatkan pada susur atau sirih yang sering dikunyah oleh mbah-mbah zaman dulu. Mbah saya dulu juga hobinya nyusur. Katanya sih bagus buat kesehatan gigi, gitu, deh. Trus, kalau “wewe” semacam sebutan buat makluk dari dunia persetanan gitu, lha.
Walau namanya begitu, tapi susur wewe yang terbuat dari bahan dasar daging kelapa muda yang diparut dicampur dengan gula ini rasanya enak dan manis. Makanya disebut juga sebagai kembang gula.
Lepet Ketan
Orang Sunda menyebutnya leupeut, sedangkan orang Jawa menyebutnya lepet. Saya teringat zaman kecil dulu, hidangan lepet ketan ini selalu ada ketika lebaran. Orang-orang biasanya saling kasi hantaran berupa ketupat, sayur opor/ lodeh, lengkap dengan lepetnya.
Disebut lepet ketan, karena terbuat dari beras ketan yang dicampur kacang, lalu dimasak di dalam santan. Biasanya dibungkus dengan daun janur. Rasanya gurih dan membuat kenyang.
Jadah Tempe
Sesuai namanya, jadah tempe merupakan perpaduan dua makanan, yakni jadah yang berasal dari olahan ketan dan tempe bacem. Kedua makanan ini kemudian ditangkupkan dan dimakan berbarengan layaknya burger. Itulah sebabnya jadah tempe sering mendapat julukan burger atau sushi jowo.
Timus Ubi
Timus merupakan makana yang terbuat dari ubi jalar yang ditumbuk kemudian digoreng. Biasanya ubi yang dipakai adalah ubi berwarna putih. Namun, bisa juga dibuat dari ubi jalar lain yang berwarna ungu, kuning, maupun oranye.
Gethuk Talas
Makan gethuk dari singkong mungkin sudah biasa ya? Nah, kalau gethuk yang satu ini terbuat dari talas. Tak lupa ada tambahan kelapa parat dan sedikit garam.
Nah, itulah teman-teman beberapa makanan lokal atau jajanan khas Gunungkidul. Sebagian tak asing lagi buat saya, karena saat mudik lebaran ke Pacitan ada beberapa makanan serupa.
Selain jajanan khas tadi, beberapa makanan lainnya seperti kacang goreng, pisang kukus, kolak ubi pisang, juga menjadi makanan yang sebaiknya teman-teman coba kalau singgah ke Gunungkidul.
Semoga informasi mengenai jajanan khas Gunungkidul ini bermanfaat ya 😊.
April Hamsa
Comments