Eh, typo tuh, kok nulisnya biMBA huruf b dan i-nya kecil, sih?” Hehehe. Sebelum ada yang protes, saya jelasin duluan ya. Jadi, itu tuh bukan typo. Saya nulis sesuai logonya aja, emang tulisannya “biMBA AIUEO” gitu. Jadi, saya nurut aja, ikut menyebutnya biMBA AIUEO dengan huruf b dan i kecil di kata “bimba”.

Okey, udah jelas ya, mengapa saya nulisnya gitu? Bukan typo 😀 . Lanjuuutt…

Sesuai judul, melalui postingan ini, kali ini saya mau menulis mengenai pengalaman anak-anak saya (Maxy dan Dema) belajar di biMBA AIUEO beberapa tahun lalu. Sebenarnya mau nulis sejak lama, namun karena sok syebuk #alesyan baru bisa sekarang, deh.

Mengapa keidean nulis soal ini? Soalnya, biMBA AIUEO juga memegang peranan penting, yang membuat anak-anak saya sudah lancar membaca, bahkan sebelum masuk sekolah (formal) pada waktu itu. Jadi, ini ceritanya ditulis buat kenang-kenangan, gitu 😀 .

Anak-anak saat masih les biMBA AIUEO. Masih imut-imut ya? 😀

Oh ya, sebelum memasukkan anak-anak ke biMBA AIUEO, terus terang, saya tuh sempat mengalami kekhawatiran. Jadi, waktu itu kan beredar “nasihat-nasihat” di sosmed-sosmed agar anak kecil enggak diajarin membaca dulu, ntar kenapaaa gitu… lupa deh, alesannya.

Namun, setelah saya pertimbangkan masak-masak, udahlah I don’t care dengan postingan-postingan tersebut. Waktu itu kalau enggak salah tahun 2018-an, Maxy enggak masuk TK, karena emang agak ogah-ogahan sekolah. Hemat saya daripada Maxy enggak ada kegiatan apapun di luar rumah, yawda saya bimba-in aja. Toh, “sekolahnya” enggak tiap hari. Waktu itu sepertinya cuma dua kali seminggu.

Maxy saya tanya dulu, mau enggak kalau masuk biMBA AIUEO, cuma belajar membaca aja, sama main-main, nyanyi-nyanyi dikit. Sekolahnya juga enggak lama, cuma sejam, apa ya?

Akhirnya Maxy mau-mau, aja. Trus, waktu itu Dema yang usianya 3,5 tahun saya tanyain juga ke kepsek biMBA-nya, apa udah boleh ikutan belajar. Katanya boleh. Yawda, masuklah keduanya ke biMBA AIUEO.

Lho kenapa masukkin Dema juga?”

Yaaa, daripada anaknya gabut wkwk. Enggak gitu deng, meski salah satu alasannya itu 😛 . Jadi, Dema kan waktu itu juga belum masuk PAUD, trus setelah mendengar penjelasannya kepsek-nya kalau kelasnya fun, anak enggak dipaksa langsung lancar baca, dll, makanya yawda saya masukkin sekalian. Sekalian, supaya Dema bisa bersosialisasi dengan anak-anak lain juga.

Salah satu modul belajar dari biMBA.

Meski keduanya masuk bersamaan, namun oleh guru/ kepseknya keduanya sengaja dipisahkan kelasnya. Maxy, waktu itu ikut kelas intensif atau semacam privatnya gitu, yang muridnya cuma 2 orang, kalau enggak salah. Kadang, Maxy juga belajar sendirian, 1 anak 1 guru.

Mengaopa demikian? Karena Maxy ada problem yang bikin dia agak terlambat belajar, kala itu. Namun, seiring waktu, lama-kelamaan Maxy bisa belajar bersama-sama dengan anak-anak lain.

Saat awal-awal biaya untuk kelas privat berbeda dengan reguler (yang diikuti Dema, yang barengan dengan anak-anak lain). Namun, selang beberapa waktu alhamdulillah Maxy udah bisa belajar di kelas biasa. Sekelas juga muridnya enggak banyak, kok. Paling cuma 5-7 anak, aja.

Kalau ditanya berapa biaya belajar di biMBA AIUEO, mohon maaf saya lupa. Sepertinya saat itu berkisar antara Rp. 250 ribu hingga 275 ribu per bulan apa ya? Lumayan lha, lebih murah dari SPP di TK. Mungkin ini juga yang menjadi salah satu pertimbangan ortu untuk masukkin anak ke biMBA aja, ketimbang TK. Toh, sertifikat dari biMBA bisa kok buat mendaftar SD.

Oh ya, sebenarnya masuk SD pun enggak butuh ijazah TK, lho, kalau di aturannya ya? Hal ini sebenarnya sudah ditegaskan dalam peraturannya. Coba deh googling, kalau ada sekolah yang masih mensyaratkan ijazah TK untuk masuk SD, maka perlu dipertanyakan, deh.

Waktu itu Maxy masuk SD (formal, swasta) enggak pakai syarat ijazah TK ini. Seharusnya untuk SD Negeri pun demikian, kalau nurut aturan sih ya. Soalnya ada teman biMBA Maxy waktu itu masuk SD Negeri juga tanpa menyertakan ijazah TK kok.

Okey, lanjut lagiii…

Belajar apa saja sih di biMBA AIUEO?”

Kagiatan belajar di luar kelas.

Nomor satu yang jelas ya memang belajar membaca, sih. Namun, sebelumnya anak-anak diperkenalkan dengan huruf dan angka terlebih dahulu. Media pembelajarannya lewat modul, majalah, lagu, dll.

Ngobrolin lagu, biMBA AIUEO memiliki beberapa lagu yang menjadi ciri khas kursusan ini. Namun, ada dua lagu yang paling saya ingat, yakni:

Lagu sebelum kelas dimulai:

Jari jempol dan telunjuk, jari tengah yang panjang. Jari manis untuk cincin, jari kelingking ku sayang. Kuberhitung, satu, dua, tiga, empat, dan lima. Lipat tangan , tutup mata, mari kita berdoa…”

Trus, dilanjutkan dengan berdoa:

Doa sebelum belajar. Ya Tuham berikanlah kami ilmu yang bermanfaat, agar kami menjadi anak-anak yang berguna bagi orang tua dan bangsa, aamiin.”

Kemudian, lagu “kebangsaan” lainnya adalah lagu “BDG-KMPSY”:

Be De Ge, Be De Ge, Ka eM Pe eS Yee… Be De Ge, Be De Ge, Ka eM Pe eS Yee….”

Katanya sih lagu ini sering-sering dinyanyikan supaya anak bisa lancar melafalkan huruf B, D, G, K, M, P, S, dan Y.

Lalu, untuk modul belajarnya, biasanya setiap belajar anak-anak dapat satu atau dua modul. Isinya ada yang melengkapi huruf, menebalkan huruf, dll. Trus, jika sudah selesai mengerjakan modul, biasanya anak-anak juga akan diberikan lembar untuk mewarnai.

Selesai mewarnai biasanya, obyek yang diwarnai tadi digunting, kemudian diberi stick (yang dibuat dari kertas juga), sehingga bisa dimainkan kek wayang-wayangan, gitu. Modul dan mainan yang dipakai belajar itu boleh dibawa pulang.

Tak hanya itu, tiap satu bulan sekali, anak-anak juga diberi fasilitas majalah. Isinya mengenai kegiatan biMBA AIUEO. Ada juga karya-karya seperti gambar, puisi, prosa, dll yang dikirim oleh anak-anak yang belajar di biMBA AIUEO seluruh Indonesia.

Kemudian untuk orang tua dapat fasilitas berupa kegiatan semacam webinar, gitu. Eh, waktu itu bukan webinar sih, tapi nonton talkshow gitu. Isinya seputar tips mengajari anak membaca, tips parenting, dll.

Enggak tahu sekarang masih sama atau enggak yaaa?

Maxy dan Dema berhenti belajar di biMBA AIUEO setelah Maxy masuk SD (waktu itu sekolah formal) dan Dema masuk TK. Dema sempat double ma biMBA juga, namu kemudian stop karena waktu itu masuk pandemi dan agak susah ya, kalau online untuk sekolah maupun biMBA.

Piala pertama Maxy dan Dema.

Namun, saya bersyukur saat udah masuk sekolah, keduanya sudah bisa membaca dengan lancar, sehingga lebih mudah buat saya ketika mengedril bacaan-bacaan untuk keduanya.

Alhamdulillah, meski sudah bisa membaca sejak kecil, namun keduanya baik-baik saja. Enggak ada kekhawatiran si anak bosan atau gimana-gimana, gitu soal membaca. Malah justru karena mereka udah bisa membaca terlebih dahulu, mereka jadi kayak lebih percaya diri gitu di kelas.

Meski begitu, memang saat belajar di biMBA tuh ada tahapannya ya. Saya juga melihat anak-anak saya enggak dipaksa harus segera bisa. Saya pribadi juga enggak menuntut anak-anak saya harus segera bisa membaca, wong tujuannya masuk biMBA AIUEO saat itu lebih ke supaya mereka ada kegiatan dan bisa bersosialisasi dengan teman-teman aja, sih. Alhamdulillah, output-nya oke untuk anak-anak saya. Catatan tambahan: “Tentu saja berhasil di anak-anak saya, belum tentu berhasil di anak-anak lain.” 😀 

Oh ya, selain itu biMBA AIUEO juga sesekali mengadakan event gitu. Ada lomba-lomba, piknik bersama, dll.

Kalau di biMBA AIUEO anak-anak pernah mengadakan lomba mewarnai dan ada event panggung performance-performance anak-anak, gitu. Selama les di biMBA AIUEO sepertinya baru sekali anak-anak ikutan. Meski lomba, namun ternyata semua anak dapat piala hehe. Itulah piala pertama Maxy dan Dema. Hingga sekarang masih kami simpan sebagai kenang-kenangan.

Itulah teman-teman khususnya para ortu, pengalaman anak-anak saya belajar di biMBA AIUEO. Semoga cerita ini membantu para ortu yaaa 😀 .

April Hamsa