Akhirnya, kepakai juga nih jari jemariku buat nulis postingan tentang SD Sekolah Murid Merdeka di blog ini #tsaaahh 😛 .
Mohon maaf sebelumnya buat beberapa teman dan pembaca blog yang request tentang pengalaman anakku full sekolah di SD Sekolah Murid Merdeka. Padahal, sebenarnya, kemarin-kemarin saya janjiin nulis setelah satu bulan sekolah ya?
Mohon maaf yaaa, tiba-tiba ada kondisi di luar dugaan di dunia nyata yang cukup bikin saya kehilangan semangat buat ngisi blog. Namun, pagi ini alhamdulillah mood saya sedang bagus, soalnya baru terima transferan #eh. Maka untuk merayakannya saya mau nulis nih, wkwkwk.
Hmmm, enaknya ceritanya dimulai dari mana yaaa…
Memutuskan belajar di SD Sekolah Murid Merdeka
Oh iya, kasi info dulu, deh. Jadi, tahun ajaran 2021/ 2022 ini, anak-anak saya full sekolah di SD Sekolah Murid Merdeka semua. Dema yang dulu double school, sekolah di TK konvensional dan TK Sekolah Murid Merdeka (6 bulan), sekarang kelas 1. Sedangkan Maxy, masuk ke kelas 2 SD Sekolah Murid Merdeka.
Yup, tahun ajaran baru ini Maxy saya keluarkan dari SD konvensionalnya. Alasan mengapa saya mengeluarkan Maxy dari sekolah konvensional sudah saya tulis di sini (klik aja 😀 ).
Maxy kini belajar full di Sekolah Murid Merdeka.
Sekolahnya start pertengahan Juli kemarin. Daaan, masih sama seperti TK dulu, sekolah di SD Sekolah Murid Merdeka juga menggunakan Learning Management System alias LMS alias aplikasi, namanya Sekolah.mu. Mulai dari jadwal belajar, pengumpulan tugas, diskusi, dll semuanya memanfaatkan aplikasi ini.
Mengapa akhirnya merasa mantab anak-anak sekolah di sekolah berbasis digital ini? Ada beberapa alasan, sih:
-
Sekolah ini mungkin bukan sekolah yang terbaik, namun menurut saya sekolah ini yang paling ideal pada saat pandemi seperti sekarang
Situasi saat ini kan belum jelas, meskipun keliatannya kasus Covid-19 turun, namun banyak ahli yang mengeluhkan datanya kurang akurat. Katanya kasus turun karena testing dan tracing juga dikurangi. Yeah, data ini memang masalah sejak dulu, sehingga saya belum tega melepas anak-anak sekolah dan masih meyakini pembelajaran daring adalah yang paling ideal saat ini.
“Kan sekolah konvensional juga menyediakan pembelajaran daring?”
Iya betul, namun tidak semua sekolah konvensional bisa memfasilitasi pembelajaran daring dengan baik. Kalau Sekolah Murid Merdeka, saya nilai lebih mumpuni karena sejak awal memang konsepnya berbasis digital,. Anak tidak terlalu sering online yang berisiko pada kesehatan mata, dll, namun juga masih bisa belajar dengan baik.
-
Sejak dahulu, saya tertarik untuk homeschooling anak-anak
Namun, maju mundur gitu. Nah, menyekolahkan anak di sini tuh memberikan saya semacam keberanian untuk keluar dari zona nyaman. Kepercayaan diri mengajari anak-anak saya sendiri kembali muncul. FYI, Sekolah Murid Merdeka bisa dibilang semi homeschooling gitu #imho. Tetap orang tua yang menjadi guru utama, namun saya memiliki panduan dari LMS tadi.
-
Biaya cukup ramah kantong dengan kualitas bagus
Ibuk-ibuk di grup WA kelas suka bercanda, “Ini tuh sekolah biaya kampung tapi kualitas sekolahnya kayak sekolah ratusan juta.”
Kalau tidak salah waktu itu saya bayar sekolah tidak sampai 4 juta untuk masing-masing anak buat kegiatan belajar selama setahun. Mungkin karena sekolahnya tidak punya gedung, sehingga biayanya bisa ditekan kali ya?
-
Jadwal sekolahnya fleksible
Saya membayangkan pada saat pandemi usai nanti anak-anak bisa sekolah sambil travelingan (aamiin). Mbayangin aja udah seneng, hehe.
Bagaimana sih belajar di SD Sekolah Murid Merdeka itu?
Lalu, gimana sih sistem belajar di sekolah ini?
Secara umum sama aja seperti yang sudah saya ceritakan di postingan saat Dema TK dulu. Saat sudah beli programnya, nanti kita akan dikirim toolkit untuk pembelajaran. Isianya berupa lembar kerja dan beberapa kit untuk belajar.
Kit untuk bahan belajar.
Ada juga toolkit add on yang bisa kita beli di Tokopedia. Toolkit add on ini enggak wajib, namun bermanfaat kalau ada tugas, ketimbang repot nyari bahan lagi #imho.
Selain itu, sekolah ini juga memanfaatkan aplikasi Sekolah.mu. Semua tugas akan diberikan dan diunggah melalui Sekolah.mu ini.
Baca juga: Pengalaman Anak Bersekolah di Sekolah Murid Merdeka
Jumlah murid perkelas pun masih sama seperti TK dulu, yakni 70 murid dengan satu wali kelas.
Banyak yang bertanya kepada saya, “Apa enggak susah handle 70 murid saat online?”
So far, saya amati guru-gurunya cukup baik saat memandu kelas online. Setiap anak diberi kesempatan untuk bicara, entah itu menjawab pertanyaan, memimpin doa, bercerita, dll.
Lagipula, tidak semua anak online dalam satu waktu. Ada yang memilik kelas pagi, ada yang memilih kelas sore, ada juga yang memilih cukup lihat rekamannya aja.
Aplikasi Sekolah.mu.
Iyes, kelas disediakan tiap pagi dan sore. Anak bisa memilih mana waktu belajar yang cocok untuknya. Kalau anak-anak saya, Maxy memilih daring pagi hari, sedangkan Dema sore hari. Tujuannya, selain karena udah sesuai kenyamanan, juga supaya bisa saya awasin bergantian, sih.
Kemudian, kalau ingin anak lebih banyak berinteraksi dengan murid lain dan guru, kita juga bisa membeli kelas add on. Biayanya 30 ribu untuk kelas daring dengan satu guru dan maksimal 10 anak. Anak-anak lebih bisa berinteraksi dengan bebas di kelas ini.
Biasanya murid di kelas sore lebih sedikit ketimbang kelas pagi. Anak-anak kelas sore ini juga masih ada yang double school, jadi mereka masih sekolah di sekolah konvensional saat pagi dan sorenya belajar di Sekolah Murid Merdeka.
Yup, jadi kita bisa memilih menjadikan Sekolah Murid Merdeka sebagai sekolah utama atau pendamping untuk anak-anak. Kalau saya sih udah manteb jadi yang utama. Beberapa orang tua yang awalnya double school-in anaknya juga ada yang akhirnya beralih memilih full sekolah di Sekolah Murid Merdeka.
“Apa bedanya full di Sekolah Murid Merdeka dengan yang double school di sekolah konvensional?”
Kalau tidak salah untuk yang menjadikan Sekolah Murid Merdeka sebagai sekolah utama, maka saat mendaftar kita masukkin data lengkap seperti akta kelahiran, KTP ortu, dll. Kalau pindah dari sekolah konvensional perlu juga upload surat keterangan pindah sekolah dari sekolah lama. Apabila tidak menjadikan Sekolah Murid Merdeka sebagai sekolah utama, maka data-data tersebut tidak apa tidak disertakan. Namun, untuk lebih jelasnya lagi bisa ditanyakan ke adminnya ya, saya lupa-lupa inget soalnya.
Contoh lembar kerja siswa.
Kemudian mengenai aplikasinya, bedanya dengan saat TK dulu, terus terang untuk jenjang SD nih saat awal-awal saya agak puyeng, hehe. Soalnya, zaman Dema TK dulu kan untuk penugasan hanya dibuat satu program tematik aja. Semua tugas udah urut tuh di-list di sana. Nah, kalau untuk jenjang SD, ada beberapa program, yakni: homeroom, kelas agama, kelas olahraga, dan tematik.
Harus rajin ngecekin masing-masing program atau kalau enggak mau mumet bisa cek di fitur “kalender”. Biasanya saya gitu, sih.
Trus, kalau TK dulu, anak cuma dua kali seminggu belajar tatap muka secara online, sedangkan saat SD masih ada tambahan kelas olahraga, agama, dan homeroom. FYI, homeroom ini seperti pertemuan semua anak seangkatan gitu. Sedangkan, kalau tatap muka online yang rutin itu biasanya cuma satu kelas dengan wali kelas masing-masing.
Homeroom sering diisi dengan menghadirkan pembicara dari profesional. Kayak kapan hari kelas homeroom menghadirkan Putri Agrowisata Indonesia untuk bicara tentang Papua, juga menghadirkan pejabat pemerintah kota Ambon untuk bicara soal Ambon, dll.
Lalu soal buku-buku, Sekolah Murid Merdeka tidak menggunakan buku teks. Semua sudah tersedia di aplikasi, termasuk bacaan yang sudah dirangkum dalam infografis maupun kuis-kuis permainan. Ada pula video yang memudahkan anak untuk memahami apa yang dipelajarinya.
Membaca artikel/ bacaan materi belajar di aplikasi.
Setiap selesai belajar, akan ada sesi refleksi. Sesi refleksi ini membuat anak dapat menceritakan kembali tentang apa saja yang sudah dipelajarinya, apa yang gampang atau susah, sehingga guru maupun orang tua bisa mengukur kemampuan anaknya.
Sedangkan untuk kekurangannya, sayangnya di SD Sekolah Murid Merdeka tidak ada program Bahasa Inggris. Namun, kalau orang tua ingin anaknya belajar Bahasa Inggris, kita bisa mengikutkan “semacam ekskul” Bahasa Inggris yang tersedia di aplikasi Sekolah.mu. Saat TK dulu Dema pernah saya ikutkan, namun saat SD ini sementara masih belajar dengan saya dulu. Soalnya kalau bahasa asing kan yang penting dipakai dulu dalam keseharian, mengenai teori bisa ditambahkan seiring perjalanan waktu #imho.
Oh iya, SD Sekolah Murid Merdeka juga sudah mulai pertemuan offline. Sejak awal konsepnya memang blended learning, cuma karena pandemi, offline masih terbatas.
Pertama kali ikutan kelas offline.
Mulai akhir Agustus kemarin kelas offline sudah dimulai di 9 kota. Namun, sifatnya tidak wajib.
Saya lupa di mana aja kelas offline-nya, namun Bogor, tempat kami tinggal, sudah tersedia fasilitasnya. Pertemuan offline tidak terbatas di kelas, nanti bisa di museum, perusahaan-perusahaan (maybe), dll. Namun, untuk sementara ini kayaknya masih di kelas dulu.
“Mengapa berani mengikutkan anak kelas offline?”
Kalau ada pertanyaan begitu, jawaban saya:
- Kelas offline-nya tidak wajib dan tidak setiap hari harus datang ke kelas untuk belajar. Terserah ortu dan anaknya aja.
- Prokes-nya bagus. Standar lha ya. Pakai masker, cuci tangan, jaga jarak, dll. Namun, tidak semua anak boleh ikutan offline. Untuk anak di bawah 12 tahun yang boleh ikut offline adalah anak-anak yang orang tuanya sudah menerima vaksin Covid-19, sehingga saya tidak khawatir anak sekelas dengan anak yang orang tuanya antivaksin. Maaf ya agak “rasis” alias pilih-pilih 😛 .
- Satu kali pertemuan kuotanya dibatasi hanya 5 anak dengan durasi 1,5 jam.
- Aturannya tegas, orang tua tidak boleh nungguin anaknya dan tidak boleh terlambat menjemput. Ada sanksinya pula, sehingga orang tua bisa komit. Enggak ada ceritanya orang tua kumpul-kumpul ngobrol di warung depan sekolah sembari nungguin anaknya sekolah #eh.
- Meskipun tidak boleh nungguin, orang tua masih bisa memantau kegiatan belajar anak secara online. Jadi, kita bisa tahu selama di kelas anak ngapain aja. Bisa komit makai maskernya apa enggak, bisa jaga jarak ma temennya atau enggak, dll, hehe.
Meski demikian, saat disurvey sih, saya mengatakan mungkin saat pandemi ini saya hanya akan mengantar anak offline cukup sekali dua kali aja dulu. Tujuannya buat refreshing mengurangi kejenuhan anak di rumah aja. Kalau virus Covid-19 di Indonesia nanti sudah terkendali, mungkin akan saya tambah lagi pertemuan tatap mukanya.
Saat kelas offline berlangsung orang tua bisa mengawasi via daring.
Hmmm, kayaknya itu sih ya yang bisa saya ceritakan soal SD Sekolah Murid Merdeka.
Intinya kalau masuk sekolah semacam ini tuh pertama yang harus dilakukan orang tua adalah setting mindset. Buka pikiran dulu, karena memang sangat berbeda dengan sekolah konvensional, sekolah kebanyakan.
Beberapa orang tua teman-teman anak-anak saya di sekolah ini bahkan sering curhat, tak jarang ada saja yang bersikap seperti meremehkan saat orang tua seperti kami memilih model pendidikan atau sekolah semacam ini untuk anak-anak. Namun, ya enggak pa pa sih, karena kalau enggak nyemplung sendiri, ya memang agak susah memahaminya. Makanya, kalau ada yang bertanya soal sekolah ini saya dengan senang hati menjelaskan, walaupun enggak di-endorse #ehgimana 😀 .
Ada pula beberapa yang menyerah karena bingung soal aplikasinya, dll. Percayalah, saat awal-awal masukin Dema ke sekolah ini saya juga bingung gimana “cara mainnya” hahaha. Namun, saya merasa worth it untuk mempelajarinya. Kadang nanya ke CS, kadang nanya ke orang tua lain.
Legalitas SD Sekolah Murid Merdeka
Oh iya, satu lagi pertanyaan yang biasanya diajukan ke saya, “Gimana legalitas Sekolah Murid Merdeka?”
Sekolah Murid Merdeka ini bentuknya PKBM ya, seperti legalitas homeschooling gitu. Sertifikatnya juga bisa diterima untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya, bahkan saat anak mau pindah sekolah ke sekolah konvensional.
Saya pribadi tidak ragu karena zaman now homeschooling pun diakui, legalitasnya jelas, dan banyak anak homeschooler sukses di bidangnya masing-masing. Balik lagi ke pernyataan saya di atas sih, bahwa kalau mau memasukkan anak ke sekolah seperti Sekolah Murid Merdeka memang harus setting mindset dulu 🙂 .
Trus, sepertinya sekarang juga ada sekolah lain yang modelnya mirip-mirip Sekolah Murid Merdeka gitu. Saya udah tahu ada 2-3 sekolah serupa, tapi enggak mau mention namanya ah, wkwkwk.
Yeah, mungkin pada masanya kelak, sekolah-sekolah model gini tidak akan asing lagi. Sebut saja namanya sekolah abad 21 haha.
Yawes ya, itu aja kayaknya yang bisa saya tulis. Kalau soal teknis-teknisnya kurang lebih sama aja dengan yang saya tulis di postingan Sekolah Murid Merdeka sebelumnya sih. Paling bedanya sekarang udah mulai ada kelas luring alias offline-nya aja. Itupun sepertinya juga akan ada beberapa perubahan lagi, soalnya selama nyekolahin anak di Sekolah Murid Merdeka, mereka terbuka terhadap saran dan masukan dari orang tua. Saya merasa baik sekolahnya, gurunya, murid-muridnya, sampai orang tuanya pun berkembang bersama.
Semoga postingan tentang SD Sekolah Murid Merdeka ini bermanfaat untuk teman-teman, para orang tua, yang tengah mencari alternatif sekolah untuk anak-anaknya ya. Tetap semangat yaaa nemenin anak-anak belajar di masa pandemi 🙂 .
April Hamsa
Seru banget yaa…bersekolah di SMM Merdeka.
Anak-anak beneran berasa merdeka tapi tetap bisa belajar dengan menyenangkan. karena waktunya yang relatif tidak terlalu padat.
Kalau tujuan pembelajaran, apakah diberi juga sejak awal, kak April?
Akhirnya rilis jugaaaa heeyy 😂😂
Puas bacanya sih. Btw aku tuh ya yg bikin mantep tuh karena anakku yg gede males dateng sekolah 🤭
Peer banget kan kmaren mau masukin kok manggung setahun lg, tp dah disuruh masuk, anaknya ogah 😌
Btw kalau aku fasih sama platformnya karena anak sulung ikut kelas di sekolah.mu dan dia lebih nyaman sama pembelajaran dan tugas2 di situ.
Smp besok anaknya minta untuk di SMM aja, biar ga ribet, kecuali aku mau anterin dia sekolah rada jauh katanya “kzl yhaa” 🤣
Maxy Dema makin pinter, kreatif, berwawasan global juga niih
Wah, asik ya di SMM
Aku kemarin chat ama temenku, dia tadinya bermaksud daftarin anaknya ke Homeschooling
trus aku bilang, ke SMM aja lah mbaaa, lebih enjoy!
Makasii sharing-nya April!
Mengasyikkan sekali Mbak sekolahnya. Iya benar, mungkin bukan terbaik tapi sudah paling pas dengan kebutuhan. Terbaik kan relatif dan semua bisa klaim.
Duh, Mbak.. mupeng banget baca ini. Tapi apa daya gak ada yang mendukungku, baik suami maupun anak-anak. Anak sulungku udah kelas 5, udah bisa berontak kalau gak sesuai keinginannya. Ya weslah jalani aja meski kadang kepala pening. *Ehhh malah curhat
Aku seneng sih liat sekolah kayak SMM ini. Terbuka ya sama kebutuhan ortu dan murid.
Learning kit nya ini menarik yaa..
Sudah tersedia per-paket sehingga anak-anak nyaman banget mengikuti pembelajaran.
Bener, kak April…gak ada sekolah yang ideal.
Yang ada adalah yang sesuai dengan kebutuhan anak dan orangtua juga sesuai dengan visi misi keluarga.
Sekolah keren kalau kualitas tidak bikin anak kita paham buat apa ya. Sekolah di rumah saja, tapi bikin anak mengerti dan bisa kita arahkan tu lebih baik.
Semangat jadi guru buat anak kita. Karena sejatinya ibu adalah Madrasah untuk buah hatinya…
Semoga nanti Maxy makin betah ya di lingkungan sekolah baru yang membuat dia jadi kreatif juga. Aku juga baru tahu konsep sekolah SM yang bisa brkunjung k banyak tempat untuk belajar
Jadi pengen juga nyekolahin anak ke sekolah Merdeka. Tapi gimana cara mengatasi keterbatasan anak bersosialisasi ya Mbak? Masih menimbang-nimbang saya tu. di satu sisi saya ingin anak kami juga homeschooling, tetapi pengen juga mereka memiliki banyak teman.
Oh sekolah merdeka ini semacam homeschooling bgtu ya.. seru juga ya pembelajarannya dan murid2nya dari banyak lokasi.. semoga lancar aekolahnya anak2 ya..
Kita yang tahu kebutuhan anak kita apa, jadi kalau sudah ketemu dengan sekolah yang cocok, dan dianggap paling ideal untuk kebutuhan anak saat ini, ya lanjut aja April. Tidak usah dengar apa kata orang yang tidak tahu apa-apa dengan pilihan kita.
Dari uraianmu, pilihanmu beralasan, jadinya senang menjalaninya ya, terutama bagi anakmu ya.
Anakku yang SMP minggu lalu udah mulai sekolah offline, sama ketatnya dengan sekolahnya Maxy. Jumlah yang masuk dibatasi, jadi anak-anak dibagi hari masuknya. Ga semua boleh masuk dalam 1 hari. Pemantauan kondisi anak yang diijinkan PTM pun tiap hari melalui aplikasi. Ortu juga ikut ketat menjaga. Jadi sekolah dan ortu sama-sama mengontrol situasi. Sementara anak, fokus saja belajar, dan mengikuti aturan.
Semoga lancar selalu belajarnya ya maxy. Sehat-sehat terus.
SD abad ke-21 ini emang luar biasa, Mbak. Udah kaya kuliah aja sistem pembelajarannya hahaha. Semoga Maxy dan Dema betah belajar di SMM, yaa. Kalau di kampungku belum ada nih sekolah macam SMM ini. Adanya ya konvensional.
Oooooooh, ternyata ini toh tulisan yang udah lama ditunggu2 ibuk2 hehehe 🙂 Memang butuh dipikir secara matang ya ketika orang tua mau menyekolahkan anak2nya di mana, bagaimana caranya termasuk soal biaya. Anak2 mak APril cocok ya belajar di Sekolah Murid Merdeka ini. Ada Homeroom yang seru, bisa ikutan ekskul bahasa Inggris, ga pakai buku untuk materi pelajaran ya tapi ada di aplikasinya. Keren ini pendobrak sistem pembelajaran. Mantap 😀
Kemarin aku kepo banget sama SD SMM ini, karena memang pandemi kan yaa..
Semoga anak-anak dimanapun sekolahnya tetap bisa semangat belajar dan menimba ilmu.
SMM ini ada dari jenjang apa sampai apa, kak April?
Semakin bersemangat karena SMM ada di setiap kota untuk bisa sekolah tatap muka.
Bener-bener konsep belajar online yang bagus sekali.
baca postingan Mbak ini saya jadi tertarik dan penasaran dengan sekolahnya, aktivitas belajarnya, reaksi anak-anak juga pasti happy banget yaa.
apalagi sekolah dan guru-gurunya welcome gitu ya dengan saran dari ortu, duuuh senangnya bisa sekolahkan anak di Sekolah Murid Merdeka itu ya Mbak.
Keren ya ibu ibu bisa mantau dari rumah, dan pembelajaran nya asik. Harapannya anak-anak bisa belajar dengan baik, dan dapat membanggakan orangtua dengan prestasi.
wah SMM ini memang diperuntukan yang home schooling ya. Pertemuan offlinenya juga bisa dimana aja ya, asyik banget nih. Anak jadi ga bosen.
Akhirnya terjawab sudah rasa penasaranku akan Sekolah Murid Merdeka. Aku termasuk yang nunggu Mbak April nulis ini lho hihihi
Dan aku kok suka dengan konsepnya. Apalagi untuk anak yang lebih pas dengan metode semacam homeschooling dan ortu yang lebih pilih konsep ini, cocok sekali.
Senangnya jika baik legalitas maupun kegiatan belajar mengajarnya sudah jelas semua. Bisa jadi pilihan jalur pendidikan bagi anak-anak Indonesia
wah mantap akhirnya dua anak jadi sekolah di SMM ya.
Kalo aku pribadi bukan tipe yang telaten ngawasin sekolah daring, bawaannya bertaring mulu kalo ngajarin n nemenin yg belajar onlen hahaha
moga betah semangat belajar buat dema n maxy
Sip mbak. Yg penting anak² kita bisa terpenuhi pendidikannya. Aksesnya juga nggak sulit mau online ya gak masalah ya kan.
Saya gagal masukkan anak ke SMM. Tetapi, berdasarkan pengalaman, untuk blended learning atau sekolah online memang lebih siap swasta. Makanya anak saya sejak PJJ terbantu dengan bimbel online.. Ketika bimbelnya mulai offline pun kurang lebih persiapannya sama kayak SMM. Lebih rapi dan ketat. Jadi saya bisa lebih yakin, deh
Jaman yang lagi kayak gini, nyekolahin anak di sekolah yang prokesnya gak ketat emang rada ketar ketir ya, Mbak. Oh ya, baru tahu, ternyata Mba April ini sudah lama mengidam-idamkan semacam homescholing. Konsep SD Sekolah Murid Merdeka bagus nih.
Tatap muka saat ini dibatasi 1.5 jam, it’s okay. Oh ya, learning kitnya lucu. Bisa beli online pula.
Bisa jadi sekolah dengan sistem pembelajaran seperti ini yang cukup ideal di masa pandemi ini. Orangtua bisa komit mendukung pendidikan anak, anak-anak pun dapat terpantau dengan baik saat belajar. Dan yang penting harganya cukup terjangkau. Cucok pokonya..
Aku baru tahu tentang sekolah murid merdeka ini pas ikut kelas Mbak Najeela Shihab foundernya, ia orang yang konsen banget dengan pendidikan anak jadi ya yakin dengan konsep sekolahnya, karena anak-anakku sudah ada SD ya aku ikutkan kelas sains di sekolah.mu dan memang menarik banget… selamat bersenang-senang ya anak-anak di sekolah baru, April…
tooss dong
sesama wali murid sekolah merdeka kita
piye? asik ya sekolahnya
anak anak benar benar terasa merdeka belajar
aku senang akhirnya anakku menemukan sekolah yg tepat
Akhirnya postingan ini muncul juga. Saya sempat tertarik untuk mendaftarkan Najib di SMM untuk jenjang SD kelas 1. Karena kelamaan maju mundur, akhirnya daftar di konvensional. Namun belakangan saya berpikir untuk sekolah double, cuma belum deal sih sama suami. Sekarang saya malah lebih fokus mempersiapkan Najwa di SMM untuk jenjang SMP. Karena ya banyak alasan. Dengan postingan ini minimal jadi ada gambaran model sekolahnya nanti bagaimana. Untuk level SMP mungkin nggak jauh beda ya, paling materi dan jadwal aja yang lebih banyak. Saya jadi makin mantep menjadikan SMM alternatif kalau nanti mentok nggak bisa masuk SMP negeri krn kemungkinan besar kalah di umur.
Kalo anak yang SMK ,ada niat untuk dobel sekolah karena ku rasa ia bisa menyesuaikan. Kalo yang dua lagi gak dulu, palingan kursus online aja dulu. Ma kasih ya postingannya. Nambah wawasan juga
Dulu aku sempat bimbang memilih homeschooling atau masukkan aku ke sekolah SDIT akhirnya dengan kemampuan ku yang seperti ini Aku milih anak untuk sekolah, keren juga nih sekolah merdeka dan tetap semangat mendampingi anak-anak belajar di masa pandemi ini
Setuju sih kalo legalitas homeschooling aja udah ada, tentunya SMM juga pasti ada legalitasnya.
Orang tua tentu memikirkan segala konsekwensi dengan pilihannya ya, termasuk sekolah untuk anak-anaknya. Termasuk pilihan April untuk Dema dan Maxi, bahkan bisa juga memilih waktu kelas sesuai kebutuhan
Aku pun akhirnya mendaftarkan Shanum untuk Paud di SMM dong. Dan setuju banget sekolah ini seperti homescholling ya, orangtua sebagai fasilitator utama sementara sekolah adalah mitra. Untung udah ga kaget dengan sistemnya, karena di sekolah Kaka sekarang yang berbasis alam menerapkan sistem yang hampir-hampir mirip SMM. Tapi Shanum belum cobain kelas offline nih, di tangerang belum ada hehehe.
So far aku puas sih dengan SMM, meski kadang keteteran untuk menyelesaikan praktik-praktik mandirinya.
Wah makasih mb April untuk reviewnya ini. Aku kemarin mau daftarin Miqdad tapi ta undur tahun depan. Jadi tambah informasi setelah baca review di sini. Membantu banget nih mbak
Mungkin nantinya lama kelamaan bakalan makin banyak sekolah dengan konsep blended learning gini ya Pril. Bener juga, tergantung mindset orangtuanya gimana dalam memberikan pendidikan ke anak. Masing-masing punya kelebihan dan kekurangan, ga papa. Sing penting mantep ya.
Setuju Mak April!
Orang tua kudu ‘mengkosongkan gelas’ dulu kalau mau buah hati join sekolah murid merdeka.
Mau belajar aplikasi.
Memang segala sesuatu yang baru itu, tantangan ya!
Btw,
Aku pernah dengar dari putriku soal kampus merdeka.
Konsepnya mahasiswa bisa ambil mata kuliah (matkul) yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan fakultasnya.
Misalnya anak FISIP belajar matkul fakultas Kedokteran .
Keren ya!
aku sempat daftar sekolah murid merdeka ini buat anakku tapi yang gratis aja. sayangnya karena aku kerja nggak bisa ngikutin kelasnya buat anakku. padahal kulihat bagus juga sih ini programnya.
Iklan sekolah online ini sudah mampir di beranda FB-ku. Bikin tambah penasaran. Pengen nyobain juga siapa tahu cocok untuk anak. Mereka itu subhanallah, menjadi ujian banget kalau urusan belajar.
wah ternyata seperti itu ya konsep SMM. selama ini aku cuma baca sepintas aja dari iklan-iklan. aku juga pigin buah hati home schooling gitu, tapi apa daya, emak-ayahnya sibuk. padahal, dimasa pandemi ini, homeschooling jadi solusi yang bagus ya mbak
Makin mikir-mikir pilih PKBM. Yang full service seperti SMM atau yang penting dapat NISN. Entah gimana nanti zamannya anak-anak cara dapat ijazahnya. Aturannya suka gonta-ganti. Thanks for sharing, Mbak.
Makasih sharingnya mbak…kerjaan saya menuntut saya berpindah-pindah kota/negara, jadi otomatis anak -anak akan sering berpindah-pindah sekolah, saat ini total anak pertama saya sudah 3 kali pindah negara dan otomatis pindah sekolah..saya tertarik sekali dengan SMM ini, karena selain cocok diterapkan di masa pandemi, sudah saat nya juga kita beralih ke metode sekolah masa depan yang tidak terkendala jarak…baca postingan ini bikin saya makin mantap mendaftar di SMM se-selesainya tugas saya di Thailand akhir Juli ini….mudah2an lancar
Mbak, bisa nggak kalau mau curhat . Bisa saya hubungi di mana ya?
Tulisan anda sangat menarik, pas banget sama impian aku yang terpendam selama ini. Anakku “struggle ” di sekolah , aku tau dia tak nyaman di sekolah. Namun apa daya , aku kuarang berani untuk keluar dari sekolah konvensional.
makasih banyak ya mba.. review nya sangat menarik sekali.
saya jadi kepikiran untuk mendaftarkan anak saya sekolah SD disini. kalo boleh kita sharing, tolong share kontak via email saya ya mba..
saya mau tanya² ke mba yg sudah pengalaman menyekolahkan anak di SMM.
ada banyak yg mau saya tanyakan mba. heheee.. saya pikir daripada tanya ke CS sepertinya lebih baik bertanya langsung ke wali murid nya.
terima kasih..
Terima kasih infonya mbak.April.
Tahun ini kau daftarin anakku ke SMM tapi yg jenjang SMP. Tulisan mbak.April sangat membantu aku memahami SMM