Ada yang pernah membawa anak ke rumah sakit di masa pandemi kayak sekarang ini? Saya pernah. Yeah, baru-baru ini saya memberanikan diri ke rumah sakit mengajak anak-anak. Daaan, inilah cerita pengalaman kami ketika membawa anak ke rumah sakit untuk pertama kalinya, sejak virus Corona mewabah di Indonesia.
Kalau ada yang nanya:
“Membawa anak ke rumah sakit di masa pandemi kayak gini? Hiiihh, serem enggak sih?”
Hooohh, saya bingung mesti menjawab gimana yaaa 😛 . Soalnya, semua dah tahu jawabannya kaaan? Ya, tentu aja serem, namun gimana lagi, karena urgent terpaksa deh ke rumah sakit 🙁 .
Kami ke rumah sakit membawa anak-anak karena yang ada kebutuhan untuk diperiksa adalah si anak itu sendiri. Kebetulan juga, dokter yang direkomendasikan untuk si anak praktik di rumah sakit itu.
Baca juga: Pengalaman Mengajak Anak Pergi ke Supermarket saat Masa Pandemi
Anak saya sakit apa? Hehe, nanti saya ceritakan sepintas di akhir-akhir aja yaaa 🙂 . Sekarang mau cerita soal pengalaman deg-deg’an ke rumah sakit di masa pandemi dulu, deh.
Bismillah otw rumah sakit.
Jadi, ceritanya, pada tangal 16 November kemarin, kami sekeluarga ke rumah sakit yang jaraknya sekitar 6-8 kiloan dari rumah kami. Ini pertama kalinya kami ke rumah sakit itu, karena mau ngecek kondisi salah satu anak kami.
“Kok anak yang satunya dibawa-bawa juga?” Nitijen bertanya 😀 .
Iyaaa, soalnya enggak ada yang jagain di rumah. Kan kami sendirian di sini, tak ado support family samsek.
“Kan bapaknya bisa jagain?”
Enggak bisa, bapaknya kudu ngikut juga, supaya tahu kondisi anak yang diperiksakan tadi. Jadi, kami bisa bikin keputusan bersama setelah tahu hasil pemeriksaan si anak ini, gitu.
“Kan bisa nitip tetangga?”
Hmmh, nitip tetangga juga kayaknya bukan hal yang bijaksana ya? Malah khawatir ngrepotin. Apalagi lagi masa wabah gini, malah bikin galau. Jadi, enggak deh kalau nitip anak ke tetangga.
Okey, lanjuuutt…
Kami berangkat ke rumah sakit setelah sholat Ashar karena sudah bikin janji temu sama dokter jam 16.00 WIB. Sampai rumah sakit on time, eh, tapi ternyata masih harus daftar ulang lagi karena kami baru pertama kali periksa ke sana.
Menunggu daftar ulang di ruang tunggu di lobi rumah sakit.
Biasanya, untuk cek kesehatan anak-anak kami enggak ke rumah sakit yang ini. Namun, karena rumah sakit “langganan” susah sekali dihubungi call center-nya, akhirnya ya kami njujug ke rumah sakit yang lain (ini). Kok ya pas di sana ada juga tenaga ahli yang kami butuhkan dan yang kami suka ada kepastian gitu, praktiknya kapan aja.
Oh iya, protokol sebelum masuk rumah sakit yaaa standar lha ya. Cek suhu tubuh dulu pakai termometer yang ditembak di jidat itu, trus pihak rumah sakit juga menyediakan media buat cuci tangan atau hand sanitizer. Begitu masuk lobi rumah sakit, kami diminta ambil nomor antrean, sesudah itu harus menunggu dulu untuk kemudian dipanggil mengisi form pendaftaran.
Ruang tunggu rumah sakit, sama kayak ruang tunggu di mana-mana ketika musim wabah ini, beberapa kursinya dipasang tanda silang yang artinya enggak boleh diduduki gitu. Untungnya, rumah sakit kebetulan cenderung sepi, sehingga kami semua masih bisa duduk. Meski demikian, agak serem juga melihat beberapa nakes pakai APD lengkap, persis kayak yang di tipi-tipi itu lho 🙁 .
Lorong rumah sakit yang sepi.
Setelah sekitar setengah jam baru kami dipanggil dan mengisi form pendaftaran. Lalu, lanjut si pasien diminta cek suhu dan timbang badan.
Ketika antre menimbang badan itu, di depan saya pasiennya seorang ibu-ibu sepuh yang duduk di kursi roda dan diantar sama anak dan menantunya (kayaknya lho). Enggak sengaja saya nguping kalau si ibu di kursi roda tadi demam. Namun, alhamdulillah, ketika cek, suhunya normal.
“Kalau pakai termometer yang di ketiak sama di dahi tuh akurat mana sih, Sus?” Saya dengar si anak bertanya begitu ke perawat yang memeriksa suhu badan si ibu.
“Sama aja, Ibu,” kata perawatnya.
“Tapi di rumah kemarin saya cek tiga delapan lho, kok di sini tiga tujuh ya?” Tanya anaknya lagi.
Saya enggak mendengarkan lagi jawaban si mbak perawat, cuma fokus ke alhamdulillah si ibu tadi enggak demam. Zaman now, gitu lho, demam kan horooorr.
Setelah si ibuk-ibuk tadi selesai dicek, giliran anak saya. Alhamdulillah, semua oke.
Menunggu dipanggil ke ruangan dokter.
Namun, agak kaget juga sih, pas mbak perawat kayak “iseng” nanya, “Ini belum pernah rapid ya, Bu?”
“Hah? Oh, belum pernah.” Kaget beneran saya ditanyain, gitu. Udah mikir aja bakal diminta tes rapid atau apa, namun alhamdulillah enggak. Kayaknya itu cuma salah satu pertanyaan wajib untuk pasien aja deh, untuk kebutuhan prosedur pemeriksaan di masa pandemi.
“Oke ibu silakan nanti ke ruang X di belakang sana ya?”
Dah, gitu aja pengecekan di depan.
Masuk ke ruangan yang dimaksud, ternyata itu ruangan khusus pemeriksaan perempuan dan anak-anak gitu. Di dalam, banyak bangku melompong. Bahkan desk-nya petugas juga kosong, kursi-kursi banyak yang disandarkan.
Ruang tunggu yang sepi, kok sedih ya liatnya 🙁 .
Trus, ada pengumuman tentang rumah sakit yang mengingatkan saya tentang berita yang sempat heboh kapan hari di media. Ceritanya, rumah sakit itu sempat diberitakan sebagai klaster penyebaran Covid-19 gitu. Ada 10 pegawai katanya positif. Pengumuman tersebut mengatakan bahwa ternyata hal tersebut tidak benar. Pihak rumah sakit telah melakukan tes swab ulang, bahkan sebanyak dua kali di lembaga yang berbeda dan hasilnya negatif.
Iseng-iseng saya browsing lagi soal beritanya, ternyata dari pihak pemerintah daerah yang berwenang juga bilang “Ya udahlah enggak usah diperdebatkan lagi hasilnya, toh udah cek dua kali dan hasilnya negatif.”
Ternyata, yang dulu memberi penilaian positif adalah petugas dari pemerintah daerahnya. Trus, akhirnya rumah sakit melakukan tes swab mandiri dengan bantuan dua lembaga yang namanya juga cukup terkenal di Indonesia, yang ternyata menyatakan negatif.
Duh, kok, jadi kepikiran kalau ada yang salah-salah gini gimana yaaa. Kalau duitnya banyak sih enak, bisa second opinion tes di tempat lain. Lha, kalau tak ada duite, piyeee?
Balik lagi ke ruangan perempuan dan anak-anak tadi, kami ternata juga harus menunggu lagi. Nunggunya lumayan dari jam setengah limaan sore sampai selepas Maghrib karena ada pasien lain dan dokter istirahat juga.
Karena enggak menyangka bakalan nunggu lama (saya kira bakal lebih cepat karena udah dapat nomor secara online sebelumnya huhu 😛 ), kelupaan deh, enggak membawakan anak-anak camilan. Kami cuma bawa minum doank. Untungnya di depan ruangan ada kantin gitu, jadi anak-anak bisa beli camilan yang lumayan enak dan mengenyangkan.
Anak-anak saat makan kue dari kantin.
Tak lama setelah sholat Maghrib dan makan camilan, kami pun dipanggil ke ruangan dokter, trus mulai deh pengecekan anak kami.
FYI, sepintas aja yaaa, yang dicek adalah Maxy, anak pertama kami. Mungkin agak nelat (tapi lebih baik daripada enggak samsek kan? 😛 ) kami berencana konsul Maxy ke klinik Tumbuh Kembang dan Psikolog Klinis Anak. Soalnya ada beberapa kondisi yang agak kurang sreg di hati 🙁 .
Sore itu, sementara ini diagnosa yang kami dapat adalah kaki Maxy tuh flat. Apa itu “kaki flat“? Teman-teman bisa googling tentang “flat foot” atau “kaki rata/ datar” deh 😀 . Selanjutnya, masih akan ada beberapa pemeriksaan dan mungkin treatment lagi. Nanti, kapan-kapan saya update ya soal kasus Maxy ini, buat pembelajaran bersama, khususnya untuk para orang tua.
Baca juga: Anak Belum Bisa Berjalan walau Sudah Umur Satu Tahun, Apa yang Harus Dilakukan?
Okeeeyy, jadi begitulah pengalaman kami membawa anak ke rumah sakit selama musim pandemi ini.
Lebih baik menunggu sambil membaca daripada bermain gadget ya ibuk-ibuk.
Oh iya, ada cerita yang bikin senyum-senyum sendiri, ketika abis bayar di kasir, saya kemudian mendaftarkan Maxy untuk next treatment. Kebetulan waktu itu bareng sama seorang mbak-mbak.
Ketika ditanya petugas keperluannya apa, si mbak-mbak ini menjawab: “Mau rapid, Mbak.”
Seketika saya langsung keder juga yaaa, huhuhu 😛 . Namun, saya berusaha berpikir positif, mungkin si mbak tes rapid buat kebutuhan bekerja atau perjalanan ke luar kota kali ya? Wong, sepintas orangnya ya baik-baik aja. Hadeuh, malesin mbayangin yang enggak-enggak 🙁 .
Yoweslah, gitu aja…
Eh, sekalian deh, mau memberikan tips ya, kalau mau mengajak anak ke rumah sakit sebaiknya bagaimana. Ini berlaku juga buat orang dewasa yang mau ke rumah sakit untuk berobat, sih. Tipsnya antara lain:
- Buat janji secara online untuk menghindari antrean pasien.
- Pakai masker. Untuk anak-anak, bila perlu pakai face shield juga. Tekankan ke anak-anak untuk tidak membuka masker dan tidak menyentuh area wajah secara berlebihan.
- Bawa hand sanitizer sendiri.
- Pakaikan anak-anak baju yang nyaman dan kalau bisa menutupi semua bagian tubuhnya, kecuali wajah dan tangan.
- Bawa bekal air minum dan makanan/ camilan sendiri. Selain lebih murah, juga lebih higienis.
- Tekankan kepada anak-anak untuk anteng selama berada di ruang tunggu. Bila perlu bawakan buku atau majalah untuk dibaca. Usahakan jangan membuat anak bermain gadget selama menunggu.
Hmmm, sepertinya itu aja sih tipsnya. Yang pasti adalah jangan bawa anak ke rumah sakit apabila enggak urgent dan jika anak dalam kondisi kurang fit.
Gitu aja ya kayaknya, cerita pengalaman membawa anak ke rumah sakit di masa pandemi kali ini, nanti kapan-kapan saya sambung lagi soal treatment-nya Maxy. Terima kasih sudah membaca sampai habis 😀 . Eh iya, kalau ada pengalaman serupa bawa anak ke rumah sakit juga di musim wabah, boleh banget lho dishare di kolom komentar di bawah 🙂 . Semoga kita semua senantiasa diberi kesehatan oleh Allah SWT aamiin.
April Hamsa
huaa aku kemarin ya kayak gitu mbak, parno dan deg deg an, tapi mw gmn lagi, anao hrs cabut gigi, btw mantap itu tipsny, beberapa juga aku lakuin pas bw anak ke rs
Saya malah agak lucu pengalamannya mbak, Awal pandemi merebak, saya dan adik bawa anak masing-masing dgn sakit yang berbeda-beda ke RS. Eh, dipintu masuk, waktu tes suhu dan pakai handsanitizer, kami langsung dicegat tim dari RS (satu ibu dan satu bapak2) dan “dianjurkan” dengan nada agak keras agar salah satu dari kami tinggal di rumah saja bersama anak-anak. Lalu kami saling pandang dan tertawa saja kemudian kami jelaskan, yg urgent sekali bertemu dokter adalah mereka (dengan tujuan dr spesialis yg beda pula), gimana mau ditinggalin di rumah?
Rumah sakit dan klinik sekarang hampir semua sepi kayaknya ya… Orang jadi takut ke sana.
Dan kalo emamg harus ke sana ya cocok banget tips2 yang mbak April tulis di atas. Terutama tuh buat anak, gimana bikin mereka duduk tenang selama menunggu. Soalnya kayak Pica yang aktif, itu PR banget buat saya, hehee.
Agak parno memang kalo ke rumah sakit di masa pandemi seperti ini, apalagi bawa anak juga. Tapi kalau keadaannya harus seperti itu ya gimana lagi. Kayak anak saya beberapa bulan yang lalu harus ke klinik gigi karena abses..Semoga semuanya sehat-sehat selalu ya mba. Amin
Sudah daftar online tetap lama juga ya di rumah sakitnya. Mana rasanya horor, anak2 gak bawa cemilan. Untungnya pada gak rewel ya Mbak Apri. Semoga sehat seterusnya ya Mbak April
Anakku dari Kemaren minta dianter ke dokter gigi rumah sakit langganan, cuma akunya masih maju mundur mba mau ngajak masih ngeri2 sedap memang. Tapi Kemaren pas dia demam berdarah mau ga mau sih harus dibawa ke RS meskipun harus melewati tahap rapid dll untuk bisa opname. Tapi menang RS jd lebih sepi skarang karena orang2 pada takut kan di diagnosa corona🙈😅
Iya Mba April klo periksa ke rumah sakit gitu. Walau kita udah daftar online tetep kadang no urut suka dikasih sesuai kedatangan kita. Kebayang klo nggak antri online bisa lebih lama lagi. Apalagi kalau pake BPJS. Lamaaaaaaaa banget. Soalnya aku pernah pake bpjs pas sebelum pandemi n nggak daftar online. Ya ampunnnn itu nunggunya lama bgt. Bisa 3 jam cuma baru sampai antrian pendaftaran depan aja itu tu. Kadang suka deg-degan juga kuotanya abis. Soalnya dulu sebelum pandemi kan bnyak bgt ya yang berobat k RS. Jdi antrinya lama bgt.
Semoga Maxi lekas membaik ya mba kondisinya. Pasti Mba ama ayahnya khawatir apalagi lagi pandemi gini. Semoga dimudahkan ya 😘
Aduh, aku dek-dekan deh bacanya. Aku masih serem bawa anak ke rumah sakit atau ke dokter. Jangankan anak-anak deng, aku sendiri masih takut. Jadinya sebisa mungkin jaga selalu kesehatan. Alhamdulillah juga anak sakitnya masih bisa diatasi obat generik yang bisa dibeli di apotek. Sehat-sehat selalu ya semuanya 🙂
Saya sempat bolak – balik ke Rumah Sakit juga kok mba. Prinsip saya, asal kita disiplin dan patuh pada protokol kesehatan insya Allah terlindungi dan aman. Paling tidak sudah usaha untuk menjaga.
Memang harus alert dan cautious sih.. Tapi ngg perlu khawatir berlebihan karena justru bikin panik. Memang sebisa mungkin ke RS yg bukan central penanganan COVID – 19
Aku akhirnya kemarin membawa anak untuk berobat ke dokter gigi Mba. Tapi alhamdulillah si ade masih bisa kutitipin ke mama. Sepanjang jalan ga lupa berdoa hahaha.
Kebayang deg-degannya. Duhh… semoga semua sehat-sehat yaaaa. Sama si pandemi ini segera bosen dan pergi jauhhhhh.
Kalau sudah ambil nomer online, tapi kenapa masih antri, kak?
Huhuu…Maxy Dema bageuur bageeuur pissaan…diminta gak lepas masker yaa nurut yaa..
Anakku kalau di ajakin pergi, suka makenya dipelorotin sampe bawah idung.
Grrrr~
Itu udah kujelasin hehe
Soalnya kami baru pertama kali periksa di sana jadi ada data pasien yang harus diisi terlebih dulu 😀
Sedangkan antrean di dokternya ternyata krn emang pasiennya kalau konsul lama2 hehehe
Belum pernah bawa anak-anak ke klinik atau RS selama pandemi, Mbak. Waktu itu aja sempat pengen ke psikolog anak tapi ternyata biro psikologinya cuma terima konsul online. Yo wis nggak jadi. Tapi ini tipsnya bermanfaat banget, karena berencana mau bawa ke dokter gigi. Makasih yaaa.
Memang worry ya sekarang ke dokter dan RS, pas tanteku sakit aku nungguin di RS, bobok di sana..tidurpun aku pakai masker huhu…
pinter banget ya Mbak anaknya anteng kayak gitu soalnya memang di masa pandemi ini kita harus tetap bisa menjaga kesehatannya tentunya
Selama pandemi ini aku sudah beberapa kali bolak-balik ke klinik dan rumah sakit ketika masa pengobatan almh ibu dulu. Tapi belum pernah sampai harus bawa anak, sih. Karena alhamdulillah di rumah banyak yang bisa jagain anakku dan lagipula aku harus menginap karena saat itu ibu dirawat beberapa hari.
Tapi kita memang perlu janjian online dulu sih, ya, ketika ingin ke dokter atau RS biar nggak kelamaan nunggu atau antre. Apalagi kalau sampai harus bawa anak-anak. Terima kasih tipsnya, Mbak April.
Huaa gara-gara si coronces ini kita kadang parno untuk hal-hal sepele. Selama masa pandemi ini saya dan suami pernah mengalami sakit. Flu berat dan agak sesak. Mau ke rumah sakit periksa, rasanya sesakku tuh nambah, wkwkwk. Akhirnya minum jahe hangat tambah madu dan air jeruk nipis saja, sambil berdoa.
Ada rasa berkecamuk antara khawatir tapi kok ya butuh ke RS pas harus bawa si kecil ke rumah sakit di masa pandemi seperti inj ya mbak April. Sementara saya pernah bawa si kecil ke RS karena ambil uang di ATM RS-nya. Lupa kalau itu tuh RS, ingetnya pokoknya mau ambil duit aja 😅 pas udah pulang baru inget tadi tuh saya ambil uang ke ATM yg ada di lobby RS sama si kecil. Untung aja pas lobbt RS-nya sepi banget dan si kecil juga sehat sampai sekarang alhamdulillah.
Pandemi ini saya juga sempet berobat ke RS, Mak. Awalnya agak was-was yha. Apalagi petugas masih banyak yang pake APD. Tapi setelah ke RS langsung, Alhamdulillah tidak semenyeramkan itu. Pelayanannya pun cepet kalau di RS yang saya visit.
Klo soal rapid iya Mak biasanya syarat dari kantor aja. Ada yang sebulan sekali, ada yang wajibin rapid tiap habis ke luar kota. InsyaAllah sehat2 aja kok yang pada rapid. Wah sama soal nitip anak di tetangga kayaknya ga kepikiran blas ya Mak, mending dibawa dengan kata magic “menjaga protokol kesehatan” hehe. Smg Maxy dan Mak April sekeluarga sehat2 yaa
Ke rumah sakit, terutama kalau rs pemerintah ya, meskipun sudah janjian online, bakalan tetap kehadang antrian deh. Beberapa kali pas antar mertua untuk kontrol, ketika belum pandemi dulu, selalu gitu kejadiannya. Apa mungkin ada prosedur aku yang ga tau ya? 🙂